Senin, 28 Mei 2012

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Setiap orang mengharapkan sebuah keluarga yang harmonis, tanpa kekerasan didalamnya. Namun yang terjadi, banyak istri yang menjadi korban kekerasan oleh suaminya sendiri. Ini membuktikan, adanya keluarga yang tidak ideal, yang tidak sesuai dengan harapan anggota keluarga tersebut. 
Bagi masyarakat Indonesia sendiri, kekerasan dalam rumah tangga bukanlah fenomena yang baru. Kenyataan ini diperkuat dengan pernyataan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang mengatakan bahwa 11,4 % dari 217 juta penduduk Indonesia atau 24 juta terutama di pedesaan pernah mengalami kekerasan dan terbesar adalah kekerasan dalam rumah tangga (Soedjendro, 2005). Menurut catatan Mitra Perempuan, hanya 15,2 % perempuan yang mengalami KDRT menempuh jalur hukum, dan mayoritas (45,2 %) memutuskan pindah rumah dan 10,9 % memilih diam. Berdasarkan studi kasus persoalan Kekerasan Terhadap Istri (KTI) yang masuk di Rifka Annisa Women’s Crisis Center pada tahun 1998, dari 125 kasus KTI, 11 % diantaranya mengakhiri perkawinannya dengan perceraian, 13 % mengambil jalan keluar dengan cara melaporkan suami ke polisi, ke atasan suami, atau mengajak berkonseling, dan mayoritas korban (76 %) mengambil keputusan kembali kepada suami dan menjalani perkawinannya yang penuh dengan kekerasan (Hayati, 2002).
Statistik Mitra Perempuan Women’s Crisis Centre tahun 2009 (hingga 14 Desember) mencatat jumlah layanan pengaduan dan bantuan diberikan kepada 204 orang perempuan dan anak-anak yang mengalami kasus kekerasan terutama KDRT (91,67%) di wilayah Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor dan sekitarnya.
Meskipun jumlah perempuan yang baru dibantu layanan Hotline & konseling di 3 tempat layanan Mitra Perempuan (Jakarta, Tangerang & Bogor) di tahun ini menurun 26,88% dibandingkan tahun sebelumnya (2008: 279 orang, 2007: 283 orang), tetapi jenis kasus dan dampak kekerasan yang dialami oleh korban cukup serius dan terjadi peningkatan jumlah perempuan yang menempuh upaya hukum sebagai implementasi Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
            Data diatas membuktikan bahwa angka korban KDRT di Indonesia cukup besar, dan hanya sedikit korban yang menempuh jalur hukum. Sedangkan sebagian  besar korban lebih memilih kembali pada suami dan melanjutkan hidup dengan kekerasan.

B.     RUMUSAN MASALAH
Ada beberapa masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini, yaitu:
1.      Apa itu kekerasan dalam rumah tangga?
2.      Mengapa bisa terjadi kekerasan dalam rumah tangga?
3.      Dampak apa yang ditimbulkan akibat kekerasan dalam rumah tangga?
4.      Solusi apa yang harus dilakukan?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN DAN JENIS KDRT
Menurut La Pona dkk (Sugihastuti, 2007:172) kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan seorang laki-laki atau sejumlah laki-laki dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian dan penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis pada seorang perempuan atau sekelompok perempuan, termasuk tindakan yang bersifat memaksa, mengancam, dan/atau berbuat sewenang-wenang,  baik terjadi dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribadi di ruang domestik dan publik.
Berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang PKDRT pada pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Kekeraan dalam rumah tangga juga juga berarti segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri.
Johnson mengungkapkan ada tiga bentuk komitmen perkawinan yang menentukan seseorang untuk bertahan atau melepaskan diri dari perkawinannya. Pertama adalah komitmen personal seperti cinta dan rasa puas terhadap perkawinan. Kedua adalah komitmen moral, yakni rasa bertanggung jawab secara moral karena menganggap pernikahan harus berlangsung sepanjang hidup. Ketiga adalah komitmen struktural, yakni keinginan bertahan karena faktor-faktor penahan seperti tekanan sosial jika bercerai, masalah anak, prosedur perceraian yang sulit, dan sebagainya.
Setelah membaca pengertian kekerasan dalam rumah tangga kita mengerti bahwa kekerasan tidak hanya dalam bentuk fisik saja, tetapi juga dalam bentuk psikis, seksual, dan ekonomi. Ini bererti bahwa tidak hanya istri yang tidak bekerja dan bergantung pada suami saja yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, tetapi juga terjadi pada istri yang bekerja. bentuk, bentuk kekerasan dalam rumah tangga antara lain:
1.      Kekerasan fisik
Suatu tindakan kekerasan yang menyebabakan sakit, luka, atau cacat pada tubuh istri dan bisa berakibat pada kematian.
2.      Kekerasan psikis
Suatu penyiksaan dalam bentuk ucapan (menghina, berkata kasar) sehingga menurunkan rasa percaya diri dan meningkatnya rasa takut istri. Kekerasan ini jika dilakukan terus menerus akan membuat dndam di hati istri.
3.      Kekerasan  seksual
Perbautan yang berhubungan dengan pemaksaan kepada istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara yang tidak wajar.
4.      Kekerasan ekonomi
Suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, termasuk membiarkan istri yang bekerja untuk di-eksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya,mengambil harta istri, tidak memberi uang belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali, menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya.
Oleh karena itu, masyarakat harus sadar, tahu, mengerti, dan dapat mencegah kekerasan dalam rumah tangga agar tercipta hubungan yang harmonis dalam keluarga.

B.      PENYEBAB TERJADINYA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Di Indonesia, kekerasan dalam rumah tangga sudah banyak dilakukan oleh suami kepada istri. masyarakat sendiri tidak sadar bahwa kekerasan dalam rumah tangga sudah membudaya di Indonesia. Ada beberapa penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Disini akan dibahas penyebab kekerasan dalam rumah tangga dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek ekonomi, aspek sosial-budaya, dan aspek politik.
1.      Aspek Ekonomi
Dilihat dari aspek ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga bisa disebabkan karena:
a.       Kemiskinan
b.      Pendapatan istri lebih besar daripada suami
Jika pendapatan istri lebih besar daripada suami, dapat terjadi kecemburuan antara suami dan istri. Sehingga suami merasa disepelekan dan melakukan kekeraan. ini juga dipengaruhi oleh psikologi suami.
c.       Istri terlalu bergantung pada suami dalam hal ekonomi
Istri yang terlalu bergantung akan membuat suami semena-mena terhadap istrinya. Karena dia merasa bahwa istrinya tidak bisa berbuat apa-apa tanpa dia. Sehingga suami bisa berbuat kekerasan kepada istrinya.
d.      Ekonomi istri dan suami yang mapan membuat mereka mempunyai PIL atau WIL.
e.       Suami pengangguran dan tidak mau bekerja
Suami hanya menunggu hasil kerja dari istri dan merelakan istrinya di eksploitasi demi uang.
2.      Aspek Sosial-budaya
Dilihat dari aspek sosial-budaya, kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi karena:
a.       Adanya pandangan bahwa perempuan hanya sebagai konco wingking.
b.      Persepsi pada masyarakat bahwa kekerasan dalam rumah tangga harus ditutupi.
Ketika masyarakat memiliki persepsi seperti itu, korban kekerasan dalam rumah tangga akan menjadi rahasia keluarga sehingga mereka tidak mau melaporkan kepada pihak yang berwenang dan akhirnya kekerasan tersebut terus berlanjut.
c.       Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat
d.      Kebiasaan masyarakat mendidik anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani, dan tidak toleran.
e.       Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
f.       Adanya budaya patriarki
Perempuan telah ditanamkan kepatuhan dan pelayanan terhadap suami. Suami menenkankan hal ini kepada istri ssebagai pembenaran atas kekerasan yang telah dilakukan. Suami memaksa istri untuk melakukan hal-hal yang tidak disukai atau bahkan menyakiti hati istri. namun, banyak ostri yang beranggapan bahwa ini adalah bentuk kepatuhan istri kepada suami sehingga istri tidak menyadari bahwa ini adalah bentuk kekerasan psikologis terhadap dirinya.

3.      Aspek politik
a.       Pengambilan keputusan dalam keluarga yang didominasi oleh salah satu pihak.
b.      Tidak adanya demokarasi dalam keluarga.
c.       Adanya budaya feodal
Ada juga penyebaba lain yang menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga, yaitu:
a.       Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai cara mendidik istri, kepatuhan istri terhadap suami, penghormatan posisi  suami sebagai kepala keluarga, sehingga muncul persepsi bahwa suami boleh menguasai istri dan berakibat suami semena-mena kepada istrinya.
b.      Kepribadian dan kondisi psikologi suami yang tidak stabil
c.       Pelaku (suami) pernah mengalami kekerasan pada masa kecilnya.
d.      Melakukan imitasi
Hal ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki yang hidup dalam keluarga yang tidak harmonis dan sering melihat ataupun mengalami kekerasan dalam keluarga yang dilakukan oleh ayahnya sehingga anak tersebut meniru kebiasaan ayahnya.
e.       Ketidakmampuan mencari solusi masalah yang terjadi dalam rumah tangga.
f.       Kurangnya komunikasi antar anggota keluarga, dan antara suami dan istri.
g.      Tidak bisa mengendalikan emosi
Penyebab diatas bisa memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang sebagian besar korbannya adalah istri. Untuk itu, istri harus tahu penyebab kekerasan dalam rumah tangga. Begitu juga denggan suami. Pelaku kekerasan dalam rumah tangga sebagian besar dilakukan oleh suami. Sehingga suami harus tahu bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan kesalahan karena telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan telah melanggar hukum.

C.    DAMPAK YANG DITIMBULKAN
Setiap kekerasan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga, pasti menimbulkan suatu dampak bagi dirinya korban, orang lain, ataupun pelaku. Kekerasan dalam rumah tangga bisa berdampak poditif, bisa juga berdampak negatif.
a.       Dampak Positif
Meskipun kekerasan dalam rumah tangga ini termasuk dalam kriminalitas, tetapi ada juga dampak positif yang ditimbulkan. Korban kekerasan dalam rumah tangga bisa mengendalikan kesadarannya untuk lebih membuka mata terhadap bentuk-bentuk kekerasan ayng dialaminya.  Selain itu, masyarakat juag bisa melihat dampak negatif akibat kekerasan dalam rumah tangga dan mereka bisa mengambil pelajaran dari korban kekerasan dalam rumah tangga, dan bisa mengurangi KDRT.
b.      Dampak Negatif
Dampak negatif dari kekerasan dalam rumah tangga pastinya lebih banyak daripada dampak positifnya. Dampak negatif tersebut bisa dibagi menjadi dua, yaitu dampak negatif bagi korban (istri) dan dampak negatif bagi anak.
Ø  Dampak negatif bagi korban:
Korban KDRT biasanya akan mengalami dampak jangka panjang dan dampak jangka pendek. Dampak jangka pendek akibat kekerasan dalam rumah tangga bisa dilihat dari segi fisik dan psikologi. Dari segi fisik, biasanya korban akan mengalami luka-luka pada tubuh akibat dari kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Dari segi psikologis, Biasanya korban merasa sangat marah, jengkel, merasa bersalah, malu dan terhina. Gangguan emosi ini biasanya menyebabkan terjadinya kesulitan tidur (insomnia) dan kehilangan nafsu makan (lost apetite), cemas, depresi berat.
Dampak jangka panjang akibat kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena korban tidak mendapatkan penenangan atau bantuan(konsultasi psikologis) yang memadai. Akibatnya korban dapat mempunyai persepsi yang negatif terhadap laki-laki.
Selain itu, KDRT bisa menyebabkan kematian bagi korban, kesehatan fisik(sakit kepala, sakit di punggung, pergerakan tubuh yang terbatas) bahkan KDRT bisa menyebabkan ketidakmampuan seorang ibu untuk merespon kebutuhan anaknya.
Ø  Dampak negatif bagi anak:
Selain bagi korban, kekerasan dalam rumah tangga juga mempunyai dampak yang negatif bagi anak. Apalagi untuk anak usia dini. Anak yang melihat secara langsung kekerasan yang dilakukan oleh ayah kepada ibunya akan mengalami depresi. Dia juga berpotensi melakukan kekerasan dalam rumah tangga jika telah menikah. Umumnya anak meniru tingkah laku orang tuanya, sehingga biasanya anak-anak akan melakukan hal-hal yang membahayakan bagi teman sebayanya, contohnya menggigit, dan memukul. Anak yang dalam keluarganya terjadi kekerasan dalam rumah tangga, biasanya mendapat sedikit perhatian dari orang tuanya sehingga akan terjadi penurunan prestasi sekolahnya. Jika anak tersebut sudah dewasa, dia akan merasa tidak nyaman di rumah, sehingga dia akan lari pada hal-hal yang negatif, contohnya minuman keras, narkoba, dll.
Selain dampak diatas, anak juga akan merasa tidak aman berada dirumahnya sendiri. Mereka akan takut jika suatu saat mereka akan jadi korbannya juga. Sehingga hidup mereka tidak akan tentram.

Ø  Dampak negatif bagi masyarakat dan negara:
Selain memiliki dampak negatif bagi korban dan anak, kekerasan dalam rumah tangga juga memiliki dampak yang negatif bagi masyarakat dan negara.  Kekerasan dalam rumah tangga bisa menyebabkan angka pengangguran meningkat karena biasanya korban KDRT tidak mempunyai ketrampilan yang dibutuhkan untuk bekerja sehingga mereka tidak bisa mendapatkann pekerjaan selain ituu mereka juga harus mengurus anaknya sendirian. Selain itu, kekerasan dalam rumah tangga juga bisa meningkatkan angka kemiskinan akibat wanita korban KDRT hanya ditinggalkan sedikiti materi. Selain dampak diatas, KDRT bisa menyebabkan siklus kekerasan akan terus berlanjut ke generasi yang akan datang dan juga anggapan yang keliru bahwa pria lebih baik dari wannita akan terus berkembang.
D. SOLUSI YANG HARUS DILAKUKAN
Setelah kita tahu apa saja bentuk kekerasan dalam rumah tangga, penyebab, dan dampak atau akibat yang ditimbuklan baik bagi korban kekerasan dalam rumah tangga, ataupun bagi anak yang menyaksikannya, tentunya kita berpikir bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi korban kekerasan dalam rumah tangga dan mencegah kekerasan dalam rumah tangga agar tidak semakin banyak korban. Dalam menghadapi masalah kekerasan dalam rumah tangga, harus diselesaikan secara preventif dan kuratif. Preventif bertujuan untuk mengurangi KDRT di masyarakat, sedangkan kuratif bertujuan untuk mengurangi dan menyembuhkan trauma pada korban KDRT.
Kita dapat melakukan pencegahan (pendekatan preventif) KDRT dengan cara:
a.       Menyelenggarakan pendidikan orangtua untuk dapat menerapkan cara mendidik dan memperlakukan anak-anaknya secara humanis.
b.      Mendidik anggota keluarga agar bisa menjaga diri dan terhindar dari KDRT.
c.       Memberikan pendidikan tentang HAM dan pemberdayaan perempuan.
d.      Membiasakan diri menolak kekerasan sebagai jalan menyelesaikan masalah.
e.       Mengadakan penyuluhan untuk mencegah kekerasan.
f.       Memberikan pembekalan bagi suami, istri, calon suami, dan calon istri bagaimana membina hubungan yang baik dan harmonis.
g.      Mendorong dan menfasilitasi pengembangan masyarakat untuk lebih peduli dan responsif terhadap kasus-kasus KDRT yang ada di lingkungannya.
Sedangkan untuk korban KDRT itu sendiri, diatasi dengan menggunakan pendekatan kuratif, yaitu:
a.       Memberikan sanksi edukatif kepada pelaku KDRT
b.      Membawa korban KDRT ke dokter
c.       Memberikan perlindungan bagi korban KDRT
d.      Melaporkan kepada yang berwenang
e.       Melakukan konsultasi dengan psikologi
f.       Memberikan pendampingan bagi korban KDRT
g.      Peduli pada korban KDRT dan tidak menyalahkan.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu bentuk komitmen struktural, yaitu keinginan bertahan karena faktor-faktor penahan. Kekerasan dalam rumah tangga ini terus berlanjut karena korban menganggap bahwa KDRT bukan masalah sosial sehingga mereka menyembunyikan masalah itu sendiri.
            Kekerasan dalam rumah tangga bisa dibagi menjadi empat, yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT yaitu dilihat dari faktor ekonomi, sosial-budaya, dan politik.
Kekerasan dalam rumah tangga juga memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari KDRT adalah bisa memberikan kesadaran pada masyarakat bahwa KDRT perlu dicegah dan dihentikan. Dampak negatif KDRT tidak hanya pada korban saja, tetapi juga pada anak yang menyaksikan.
Untuk mengurangi angka KDRT di Indonesia, digunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan preventif dan pendekatan kuratif. Pendekatan preventif bertujuan agar masyarakat bisa terhindar dari KDRT dan tidak menjadi korban KDRT sedangkan pendekatan kuratif bertujuan mengembalikan rasa percaya diri korban KDRT dan menyembuhkan stres pasca trauma.









DAFTAR PUSTAKA

Nursyahbani Katjasungkana. (2001). Potret Perempuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihastuti & Itsna Hadi Saptiawan. (2007). Gender & Inferioritas Perempuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.





2 komentar: